RESENSI BUKU Habibie & Ainun
Judul
Buku : Habibie &
Ainun
Buku : Novel
Penerbit : PT THC
Mandiri
Diterbitkan : Jalan. Kemang
Selatan No. 98 Jakarta 12560 – Indonesia.
Tahun
terbit :
November 2010
Penulis : Bacharuddin Jusuf
Habibie
Kategori : Biografi
Tebal Buku : xii + 323 Halaman
Resolusi : 14 cm x 21
cm
Jenis
Cover :
Soft Cover
Text
Bahasa :
Indonesia
Karya lain Pengarang : Sebagian Karya beliau dalam
menghitung dan mendesain beberapa
proyek pembuatan pesawat terbang :
·
VTOL ( Vertical Take Off & Landing )
Pesawat Angkut DO-31.
·
Pesawat Angkut Militer TRANSALL
C-130.
·
Hansa Jet 320 ( Pesawat Eksekutif
).
·
Airbus A-300 ( untuk 300 penumpang
)
·
CN - 235
·
N-250
·
dan secara tidak langsung turut berpartisipasi
dalam menghitung dan mendesain:
ü Helikopter
BO-105.
ü Multi
Role Combat Aircraft (MRCA).
ü Beberapa
proyek rudal dan satelit.
Alasan
membuat buku :
Untuk mengobati rasa rindu kepada sang istri ( Ainun )
Sinopsis buku : Ainun
"Saya
bahagia malam-malam hari berdua di kamar: dia sibuk di antara kertas-kertasnya
yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca atau berbuat lainnya.
Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta: mencuci piring,
mencuci popok bayi yang ada isinya..."
Habibie
"Terima kasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin, dan hati nurani. Kami melekat pada diri kami sepanjang masa di manapun kami berada..."
Habibie
"Terima kasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin, dan hati nurani. Kami melekat pada diri kami sepanjang masa di manapun kami berada..."
Buku ini menarik, karena berisi analsisi ilmiah murni penulis sebagai intelektual yang berpendapat apa adanya.
( KH Ali Yafie )
Ini adalah sebuah karya
yang ditenun dan dibingkai dengan perasaan cinta suci yang mendalam, tulus dan
sarat nilai. Suka-duka penulisnya berdampingan selama 48 tahun dengan Bu Ainun
bertumpah-ruah dengan penuh kejujuran dalam karya ini, sebuah karya yang dapat
dijadikan ilham bagi para pencari resep spiritual bagi bangunan rumah tangga
sakinah, sesuatu yang tidak mudah bagi kebanyakan kita, termasuk saya.
( Ahmad Syafii Maarif )
Ini adalah sebuah buku
yang luar biasa menari, amat penting, sebuah buku sejarah Indonesia di 40 tahun
terakhir, kisah pengalaman seorang putera utama bangsa Indonesia, tokoh
teknologi yang menjadi tokoh politik, sebuah buku yang indah, yang sekaligus
cerita cinta, cinta yang menjadi rahmat dari Tuhan. Mempesona!
( Franz
Magnis-Suseno SJ )
Tema
resensi :
Kisah Hidup Perjalan Habibie & Ainun
Habibie
& Ainun merupakan karya terbaru dari mantan presiden Republik Indonesia
ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie. Buku ini berisi kisah-kisah dan pengungkapan
rasa cinta terdalam dari sang profesor kepada almarhumah istrinya yakni Hj.
Hasri Ainun Habibie binti R. Mohamad Bestari yang wafat pada tanggal 23 Mei
2010 lalu. Dalam kata pengantarnya, Habibie mengaku jika penulisan buku ini
menjadi terapi bagi dirinya untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba
kehilangan dari seseorang yang telah menemani dan berada dalam kehidupannya
selama 48 tahun 10 hari, baik dalam berbagi derita maupun bahagia. Walau pun ia
sudah ikhlas tetapi ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia masih terpukul
pasca ditinggalkan sang istri tercinta. Bahkan menurutnya antara dirinya dan
Ainun adalah dua raga tetapi hanya satu jiwa.
Buku
ini sendiri baru di luncurkan pada tanggal 30 November 2010 lalu di Jakarta.
Menceritakan berbagai kisah cinta menarik antara Pak Habibie dan Ibu Ainun.
Mulai dari perjumpaan keduanya yang menjadi awal segalanya, keseharian dalam
mengarungi bahtera rumah tangga hingga kejadian memilukan tatkala sang takdir
Ilahi memisahkan keduanya. Selain itu para pembaca juga akan menemukan beberapa
untaian doa dan puisi cinta yang pernah ditulis keduanya. Tak berlebihan jika
Habibie mengatakan saat dirinya menulis buku ini tiap halamannya penuh dengan
tetesan air mata. Menurutnya kehadiran Ainun yang telah mendampinginya selama
ini, telah menjadi api yang selalu membakar energi semangat dan jiwanya dalam
menjalani hidup. Sekaligus laksana air yang selalu menyiram dan meredakan
gejolak jiwanya hingga kembali tenang.
Sejak
sang permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit Ludwig
Maximilian University (LMU) Muenchen, Jerman, Habibie masih merasa jika Ainun
tetap berada di sisinya. Setiap ia keluar dari ruang kerjanya, tiba-tiba ia merasa
berada pada sebuah dimensi ruang dan waktu yang lain. Sebuah dimensi dimana
Ainun belum berpisah ke alam Barzah. Wajah sang istri seperti melekat disetiap
sudut matanya, hadir dimanapun Habibie berada. Oleh karena itu, menurutnya
hadirnya buku ini telah menutupi kekosongan jiwanya dari hari ke hari, bulan ke
bulan mengikuti perjalanan sang waktu.
Buku
ini terdiri dari 37 bab. Masing-masing babnya mengandung hikmah tentang
kehidupan dari sang profesor. Gaya ceritanya yang sederhana, menjadikan para
pembaca ingin terus menyaksikan apa-apa saja tingkah pola Habibie dan Ainun di
belakang layar pentas nasional. Sehingga para pembaca akan menemukan sebuah
bacaan yang berbeda. Layaknya sebuah novel, Habibie mampu menyajikan sebuah
alur cerita unik dan menawan sehingga begitu lekat dimata para pembacanya.
Seperti perjuangan Habibie muda saat mengungkapkan perasaan cintanya kepada
Ainun, cerita dibalik pendirian Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI),
dibalik layar pemunculan dan terbang perdana pesawat buatan anak bangsa N250
Gatotkoco, hingga suasana duka kepergian sang istri tercinta serta beragam
kisah lainnya yang rugi jika terlewatkan.
Sedikit
saya akan menceritakan isi yang tertera didalam buku yang berjudul Habibie
& Ainun.
Dalam buku ini dikisahkan bagaimana Pak Habibie tertarik pada Bu Ainun, kisah pacaran mereka yang singkat dan berujung pada pernikahan. Selanjutnya kita dapat mengetahui episode kisah hidup Pak Habibie (yang tentunya dalam setiap tahapan kehidupannya tak lepas dari peranan Bu Ainun).
Mulai dari pasangan
baru dengan gaji yang pas-pasan di Jerman, namun kesulitan-kesulitan di awal
pernikahan mereka membuat mereka bertambah saling memahami.Menghadapi kehidupan
yang keras,Bu Ainun tak mengeluh, bahkan senantiasa menyambut Pak Habibie
dengan pandangan dan senyuman yang menentramkan. Dan berkali-kali Pak Habibie
menyebutkan dalam buku ini bahwa pandangan dan senyuman Bu Ainun senantiasa
membuatnya terpukau dan dirindukannya.
Ketika Pak Habibie
mengalami masalah dalam penyelesaian doktoralnya dan merasa kerja kerasnya
sia-sia, namun Bu Ainun memberikan motivasi dan saran untuk menyelesaikan
masalahnya. Atas saran dari Ibu Ainun inilah, masalahpun dapat terpecahkan. Pak
Habibie merasa Bu Ainun adalah ilham untuknya, oleh karena itu anak pertama
mereka diberi nama Ilham. Di sini, saya sangat salut sekali dengan kecerdasan
Bu Ainun yang memahami persoalan yang menimpa suaminya dan dapat memberikan
solusi. Dan apapun yang terjadi Pak Habibie senantiasa mengkonsutasikannya
dengan Bu Ainun. Juga pernyataan Pak Habibie karena Aninunlah sesuatu yang
tidak mungkin ia lakukan jika Ainun merasa mungkin untuk dilakukan maka Pak
Habibie akan yakin dapat membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi
mungkin. Ketika anak kedua lahir, maka kebutuhan semakin besar Bu Ainun
memutuskan untuk bekerja menjadi dokter anak(atas dukungan Pak Habibie), akan
tetapi akhirnya harus melepaskan pekerjaannya karena anaknya sakit dan merasa
bersalah tidak dapat merawat anaknya. Meskipun pada akhirnya Bu Ainun memutuskan
menjadi Ibu rumah tangga namun Bu Ainun tetap dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan karier Pak Habibie sehingga masih tetap dapat memberikan
masukan-masukan kepada Pak Habibie.Apalagi setelah kembali ke tanah air, bu
Ainun disibukkan untuk mendampingi Pak Habibie juga membuat kegiatan di
lembaga-lembaga yang dipimpin oleh suaminya dan juga mengepalai berbagai
yayasan. Jabatan yang diemban Pak Habibie tak membuat Bu Ainun berubah, malah
mereka semakin tidak dapat dipisahkan dimana ada Pak Habibie disitu ada Bu
Ainun. Sampai ketika bu Ainun sakit dan meninggal, Pak Habibie merasa bahwa ia
dan Ainun maninggal karena diikat oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna
dan abadi.
Surat
terakhir B.J.Habibie untuk Alm. Ainun Habibie …..
Sebenarnya
ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena,
aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,dan kematian
adalah sesuatu yang pasti,
dan
kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi
yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah
kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri
seseorang,
sekejap
saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku
seperti tak di tempatnya,
dan
tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau
tahu sayang,
rasanya
seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada
airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada
kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku
bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka
mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa
mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana
mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi
kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
kau
ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat
jalan,
Kau
dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau
dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat
jalan sayang,
cahaya
mataku, penyejuk jiwaku,
selamat
jalan, calon bidadari surgaku ….
BJ.HABIBIE
Setelah saya membaca
dan membuat suatu resensi tentang buku Habibie & Ainun , saya mendapatkan
beberapa kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut.
A. KELEBIHAN
BUKU
1. Saat merasa buku ini sangat
mencerminkan sang penulis, yaitu Pak Bacharuddin Jusuf Habibie.
Saat membaca buku ini, saya dapat membayangkan Pak Habibie berbicara dan bercerita.
Setelah bertahun-tahun tidak pernah melihat pidato-pidato Pak Habibie (yang sejujurnya dulu sangat membosankan), buku ini bisa menjadi penawar rindu yang sangat ampuh.
Selain itu, karena cara penyampaian dalam buku ini benar-benar menggambarkan Pak Habibie, saya semakin kagum dengan apa yang ada di dalam otak dan pemikiran beliau. Betapa hebatnya beliau menciptakan berbagai macam rencana-rencana untuk hidupnya, untuk lembaga-lembaga yang dipimpinnya, dan untuk Indonesia.
2. Bukan cinta melulu.
Sebelum
membaca buku ini, saya mengira bahwa saya akan mendapatkan bacaan yang fokus
pada kisah percintaan antara Habibie dan Ainun. Saya senang sekaligus juga
cukup kaget karena, tidak saja disuguhkan cerita dibalik kehidupan suami-istri
mereka berdua, Pak Habibie juga menuliskan berbagai kisah sejarah
Indonesia dan benih-benih pemikiran beliau.
Saya
justru tidak dapat membayangkan buku jika isinya hanya masalah cinta melulu.
3. Mau atau tidak mau, rasa
nasionalisme saya tergugah saat membaca buku ini.
Pak
Habibie memberikan deskripsi yang begitu detil tentang perjuangan dia membangun
industri dirgantara Indonesia. Kalimat-kalimat yang beliau tulis mengenai
kemampuan putra-putri bangsa, mau tidak mau menggelitik rasa nasionalisme saya.
Dulu Pak Habibie bisa menginisiasi proyek sebesar PT DI, kenapa anak-anak muda zaman sekarang belum bisa melanjutkan perjuangan-perjuangan tersebut?
Tingginya idealisme dan nasionalisme Pak Habibie dan keluarga, yang bersedia meninggalkan hidup berkecukupan di Jerman dan malah pulang ke Indonesia, itu saya akan ingat sampai kapanpun.
Dulu Pak Habibie bisa menginisiasi proyek sebesar PT DI, kenapa anak-anak muda zaman sekarang belum bisa melanjutkan perjuangan-perjuangan tersebut?
Tingginya idealisme dan nasionalisme Pak Habibie dan keluarga, yang bersedia meninggalkan hidup berkecukupan di Jerman dan malah pulang ke Indonesia, itu saya akan ingat sampai kapanpun.
B.
KELEMAHAN BUKU
1. Karena buku ini sangat
menggambarkan Pak Habibie yang sedang bercerita, kalimat-kalimat dalam
paragraf-paragraf yang ada dalam buku ini sering terasa membingungkan dan tidak
wajar.
Saya tidak tahu apa yang ada di dalam otak Pak Habibie, tapi saya yakin otaknya sangat penuh dengan berbagai macam pemikiran tentang berbagai macam hal. Mungkin beberapa hal tersebut saling bertubrukan satu sama lain. Atau bahkan mungkin rantai pemikiran beliau tentang hal A, malah berlilitan tanpa sengaja dengan rantai pemikiran hal B. Hal ini semua tergambarkan dalam buku ini.
2. Sungguh saya sayangkan buku yang
begitu istimewa ini tidak disempurnakan dengan kehadiran seorang editor.
Ataukah saya yang salah mengerti?
Saya
sudah berusaha mencari siapa editor yang membantu sebelum resminya diterbitkan
buku
ini, namun tidak satu nama pun muncul.
Menurut saya, ketidakhadiran seorang editor membuat kekurangan-kekurangan dalam buku ini menjadi begitu menonjol.
Menurut saya, ketidakhadiran seorang editor membuat kekurangan-kekurangan dalam buku ini menjadi begitu menonjol.
Misalnya
saja di dalam buku ini tidak jarang kata “Ainun” malah dicetak
menjadi “AInun” atau pun
kata “tetapi” menjadi “tatapi.”
Satu
hal yang sangat-sangat mengganggu keindahan bahasa penulisan adalah tidak
konsistennya pemilihan kata antara “saya” dan “aku”. Di dalam
satu kalimat, contohnya:
“… dan Ainun selalu mengilhami saya dengan senyuman yang kurindukan.”
Sungguh-sungguh-sungguh sangat disayangkan.
“… dan Ainun selalu mengilhami saya dengan senyuman yang kurindukan.”
Sungguh-sungguh-sungguh sangat disayangkan.
3. Cerita cinta masih kurang
Kontradiktif dengan poin nomor 3 kelebihan buku ini, sebesar apapun saya menyukai sisi sejarah dan berbagai macam cerita tentang perjuangan Pak Habibie, saya merasa kisah percintaan antara Pak Habibie dan Ainun hanya dirayakan di awal dan akhir buku. Di pertengahan buku, saya merasa cerita-cerita tentang kegiatan Ainun dan deskripsi tentang kecintaan Pak Habibie dan Ainun hanya merupakan sisipan yang cuma mampir. Selipan-selipan yang seharusnya menjadi cerita betapa dalamnya cinta kasih Pak Habibie dan Ainun dirasa terpaksa dituliskan demi menyokong judul buku ini.
4. Kurang Foto
Saya bukan jenis orang yang lebih suka membaca sesuatu yang bergambar, tapi saya sangat setuju dengan ungkapan bahwa gambar dapat menggantikan berjuta-juta kata yang digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu.
Mungkin
hal ini disebabkan karena buku ini buru-buru diterbitkan, mumpung waktu
meninggalnya Ainun belum terlalu lama. Atau juga kesalahan penerbit yang
menyetujui penerbitan buku ini.
Tapi,
dengan menyokong pernyataan saya di poin kekurangan nomor 3, buku ini akan
menjadi lebih berwarna bila disertakan dengan gambar-gambar Pak Habibie bersama
Ainun.
Alangkah baiknya jika kecintaan Pak Habibie dan Ainun digambarkan dalam foto keluarga bersama Ilham dan Thareq.
Alangkah baiknya jika kecintaan Pak Habibie dan Ainun digambarkan dalam foto keluarga bersama Ilham dan Thareq.
Sungguh
sangat disayangkan bahwa pembaca hanya diberikan rangkaian kata soal foto
keluarga terakhir sebelum Ainun meninggal, tanpa dimanjakan matanya dengan
keberadaan foto tersebut.
Semoga
hadirnya buku ini bisa menjadi refleksi atau pelajaran serta inspirasi bagi
kita semua. Serta mampu memenuhi dahaga warga Indonesia yang ingin mengetahui fakta
sejarah dari kehidupan sang profesor, hingga mampu dicatat dalam sejarah bangsa
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar