BAB 10
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PEMBELIAN DAN KONSUMEN
1.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut
culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang
berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Sedangkan kata
budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah
berasal dari kata budhi atau akal. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya
yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya
itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta,
rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta manusia
mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan
rasa manusia menggunakan panca inderanya yang menimbulkan karya-karya seni atau
kesenian. Dengan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan
kebahagiaan sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia;
1. kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia;
2. kebudayaan itu tidak diturunkan secara
biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar; dan
3. kebudayaan itu didapat, didukung dan
diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.
Dimanakah sesorang menemukan nilai-nilai yang dianutnya?
Nilai
sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas
harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang
satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai .
Ciri-ciri
pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut:
-Merupakan
konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antar warga masyarakat.
-Disebarkan
di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
-Terbentuk
melalui sosialisasi (proses belajar)
-Merupakan
bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
-Bervariasi
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
-Dapat memengaruhi
pengembangan diri sosial
-Memiliki
pengaruh yang berbeda antar warga masyarakat.
-Cenderung
berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan
ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan
dan nilai mendarah daging (internalized value).
Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting
daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada
hal-hal berikut.
Banyak
orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat
menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti
politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
Berapa lama
nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
Tinggi
rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang
Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar
keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
Prestise
atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki
mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise
tersendiri.
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian
dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui
proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah
tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak
dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah.
Contoh: Seorang kepala keluarga yang belum
mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga
yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang
melihat siswanya gagal dalam ujian akan
merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
3.
Pengaruh
Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut
Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau
ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya
dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon
dan Della Bitta (1993)
adalah proses pengambilan keputusan dan
kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam
menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan
jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer
behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang
suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
a.
Model perilaku konsumen
Konsumen mengambil banyak macam keputusan
membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli
konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli
konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli,
serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana
konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan
perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan memberi
responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda
mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
b.
Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling
luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang
dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah
penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
·
Pengaruh Budaya Yang Tidak
Disadari Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan.
Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar
dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya
dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami
dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu
saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis
menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah
berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku
kita. Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki
budaya, nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari
bahwa budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi
terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang
berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua
kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan
yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan
bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
·
Pengaruh Budaya dapat Memuaskan
Kebutuhan Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat.
Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam
menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam
memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya
budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan,
dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga
hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi
makanan olahan dan suatu obat.
·
Pengaruh Budaya dapat Dipelajari sejak
seseorang masih kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai
kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya
seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui
secara umum yaitu misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua
mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada
juga misalnya seorang anak belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman
atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan
periklanan cenderung memilih cara pembelajaran secara informal dengan
memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya dengan adanya pengulangan
iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam
diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang
kembali akan iklan suatu produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan
dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi
sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga
memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat
dari suatu kategori produk tertentu.
·
Pengaruh Budaya yang Berupa
Tradisi Tradisi
Adalah
aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah
(berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi
berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir
hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari
tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara
tersebut.
4. Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan
bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan
produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan
dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini
memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1
ke D2 bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan
untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran
(S).
5. Dampak Nilai- Nilai Inti Terhadap Pemasar
a. Kebutuhan
Konsep
dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia
adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan
yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik
(makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri,
sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat
konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan tersebut.
b. Keinginan
Bentuk
kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual
dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan
memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan
yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin
luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi
kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi
keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan
lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan
gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
c. Permintaan
Dengan
keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya
manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling
memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan
produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
6.
Perubahan Nilai
Budaya juga
perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan
perubahan budaya yaitu :
a. Budaya
merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk
segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika
budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis
seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini
akan memberi kepuasan.
b. Budaya
adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan
kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
c. Kerumitan
dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan
ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
1. Variasi
nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai
budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini
dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai
lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara
individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang
utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai
aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam
keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi
untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk
individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim,
persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris,
Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko,
Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini
adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh
besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki
perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan
sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari
Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan
kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya
individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand
out”, mungkin lebih efektif di negara amerika tapi secara umum tidak di negara
Jepang, Korea, atau Cina.
3. Usia
muda/tua
Dalam hal
ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih
berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain
adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran
usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan
akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
7.
Perubahan Institusi
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR
– Pelestarian terhadap seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya,
seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli
seragam batik. Kewajiban ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat
orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi
seragam sekolah bertambah. Siswa SMP, misalnya, selain memiliki seragam
putih-biru dan Pramuka, kini bertambah seragam batik. Demikian dengan siswa
SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan Pramuka, kini juga bertambah seragam
batik.
Ini yang
dipersoalkan orangtua di sana. Mereka bukan saja mempermasalahkan cara
”paksaan” yang dilakukan pihak sekolah. Tapi, soal harga yang terlalu tinggi.
”Masak
seragam batik printing harganya Rp 179 ribu per potong,” tutur salah seorang
walisiswa kepada Republika.
Walisiswa
dari sebuah SMPN di Jaten, Karangnyar, ini merasa keberatan dengan model
pungutan seperti ini. Masalahnya, siswa setiap ajaran baru itu wajib membeli
seragam reguler dan seragam olahraga.
Menurutnya,
banyak orangtua yang memprotes. Tapi, mereka tak dapat berbuat banyak.
”kebijakan seragam batik sebagai identitas sekolah. Mau tidak mau, siswa harus
membeli,” katanya.
Siswa SMAN
I Karanganyar mewajibkan membeli seragam batik lewat koperasi sekolah. Orangtua
disodori belangko pembelian seragam batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan
saat orangtua mengambil rapor. Dalam blangko disebutkan, orangtua bisa membayar
batik saat mengambil rapor. Atau setelah libur sekolah.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar